Senin, 12 Desember 2022

                                      KONEKSI ANTAR MATERI

MODUL 2.3

Oleh :

Nining Yuningsih

CGP Angkatan 6

 

Definisi Coaching

Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai“…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”

alam ruang  kemerdekaan belajar, proses coaching juga merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak coach dan coachee. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam  dapat membuat coachee melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga mendorong coachee berpikir secara kritis dan mendalam yang bermuara pada coachee dapat menemukan kekuatan diri dan potensinya untuk terus dikembangkan secara berkesinambungan atau menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat.

Pengembangan kekuatan dan potensi diri inilah yang menjadi tugas seorang coach (pendidik/pamong). Apakah pengembangan diri seorang coachee cepat, perlahan-lahan atau bahkan berhenti adalah tanggung jawab seorang coachee. Pengembangan diri baik seorang coach atau coachee dapat dimaksimalkan dengan proses coaching.

Coaching, sebagaimana telah dijelaskan pengertiannya dari awal memiliki peran yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menggali potensi diri sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama.  Proses coaching yang berhasil akan menghasilkan kekuatan bagi coach dan coachee untuk mengembangkan diri secara berkesinambungan.

Supervisi akademik dengan paradigma berpikir Coaching

Dengan memiliki paradigma berpikir coaching, kita bersama akan meningkatkan peran kita di sekolah sebagai seorang supervisor. Supervisor yang dimaksud dapat diperankan oleh kepala sekolah, guru senior dan rekan sejawat. Bukan hal yang mudah pastinya, karena apa yang selama ini kita alami ketika sedang disupervisi merupakan pengalaman yang berbeda.

Saya pribadi, melakukan coaching dengan supervisi akademik. Setelahnya, supervisor akan melakukan diskusi dengan nyaman untuk membicarakan hal-hal yang sekiranya ada masalah dalam proses pembelajaran. Hal ini baru dilakukan sesuai dengan program sekolah. Namun belum dilakukan secara rutin terutama denagn rekan sejawat.

 

Dalam pelaksanaannya ada dua paradigma utama yang menjadi landasan kita menjalankan proses supervisi akademik yang memberdayakan, yakni paradigma pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu.

Setiap kepala sekolah dan pemimpin pembelajaran seyogyanya berfokus pada peningkatan kompetensi pendidik dalam mendesain pembelajaran yang berpihak pada murid yang bertujuan pada pengembangan sekolah sebagai komunitas praktik pembelajaran. Seorang supervisor memahami makna dari tujuan pelaksanaan supervisi akademik di sekolah (Sergiovanni, dalam Depdiknas, 2007):

1. Pertumbuhan: setiap individu melihat supervisi sebagai bagian dari daur belajar bagi pengembangan performa sebagai seorang guru,

2. Perkembangan: supervisi mendorong individu dalam mengidentifikasi dan merencanakan area pengembangan diri,

3. Pengawasan: sarana dalam monitoring pencapaian tujuan pembelajaran. Tujuan supervisi akademik ini terpadu dan integral, tidak mengesampingkan tujuan yang satu dari yang lainnya.

Dalam setiap interaksi keseharian di sekolah, seorang pemimpin pembelajaran dan sekolah perlu menghidupi paradigma berpikir yang memberdayakan bagi setiap warga sekolah dan melihat kekuatan-kekuatan yang ada dalam komunitasnya. Melalui supervisi akademik potensi setiap guru dapat dioptimalisasi sesuai dengan kebutuhan yang nantinya dapat membantu para guru dalam proses peningkatan kompetensi dengan menerapkan kegiatan pembelajaran baru yang dimodifikasi dari sebelumnya. Dan salah satu strategi yang dapat dilakukan dalam mencapai tujuan tersebut adalah melalui percakapan coaching dalam keseluruhan rangkaian supervisi akademik.

Beberapa prinsip-prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi:

1. Kemitraan: proses kolaboratif antara supervisor dan guru

2. Konstruktif: bertujuan mengembangkan kompetensi individu

3. Terencana

4. Reflektif

5. Objektif: data/informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati

6. Berkesinambungan

7. Komprehensif: mencakup tujuan dari proses supervisi akademik

 

Berikut ini adalah kompetensi inti coaching: :

1.      Kehadiran Penuh/Presence Kehadiran penuh/presence adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh bagi coachee, atau di dalam coaching disebut sebagai coaching presence sehingga badan, pikiran, hati selaras saat sedang melakukan percakapan coaching. Kehadiran penuh ini adalah bagian dari kesadaran diri yang akan membantu munculnya paradigma berpikir dan kompetensi lain saat kita melakukan percakapan coaching

2.      Mendengarkan Aktif Salah

satu keterampilan utama dalam coaching adalah keterampilan mendengarkan dengan aktif atau sering kita sebut dengan menyimak. Seorang coach yang baik akan mendengarkan lebih banyak dan lebih sedikit berbicara. Dalam percakapan coaching, fokus dan pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni mitra bicara. Dalam hal ini, seorang coach harus dapat mengesampingkan agenda pribadi atau apa yang ada di pikirannya termasuk penilaian terhadap coachee.

3.      Mengajukan Pertanyaan Berbobot

Dalam melakukan percakapan coaching ketrampilan kunci lainnya adalah mengajukan pertanyaan dengan tujuan tertentu atau pertanyaan berbobot. Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang untuk berpikir dan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi.

Percakapan Berbasis Coaching dengan Alur TIRTA

TIRTA dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.      Tujuan Umum (Tahap awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakat tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee.

Dalam tujuan umum, beberapa hal yang dapat coach rancang (dalam pikiran coach) dan yang dapat ditanyakan kepada coachee diantaranya:

a.       Apa rencana pertemuan ini?

b.      Apa tujuannya?

c.       Apa tujuan dari pertemuan ini?

d.      Apa definisi tujuan akhir yang diketahui?

e.       Apakah ukuran keberhasilan pertemuan ini?

Seorang coach menanyakan kepada coachee tentang sebenarnya tujuan yang ingin diraih coachee.

2.      Identifikasi (Coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi) Beberapa hal yang dapat ditanyakan dalam tahap identifikasi ini diantaranya adalah:

a.       Kesempatan apa yang Bapak/Ibu miliki sekarang?

b.      Dari skala 1 hingga 10, dimana posisi Bapak/Ibu sekarang dalam pencapaian tujuan Anda?

c.       Apa kekuatan Bapak/Ibu dalam mencapai tujuan tersebut?

d.      Peluang/kemungkinan apa yang bisa Bapak/Ibu ambil?

e.       Apa hambatan atau gangguan yang dapat menghalangi Bapak/Ibu dalam meraih tujuan?

f.        Apa solusinya?

3.      Rencana Aksi (Pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat)

a.       Apa rencana Ibu/bapak dalam mencapai tujuan?

b.      Adakah prioritas?

c.       Apa strategi untuk itu?

d.      Bagaimana jangka waktunya?

e.       Apa ukuran keberhasilan rencana aksi Bapak/Ibu?

f.        Bagaimana cara Bapak/Ibu mengantisipasi gangguan?

 

4.      TAnggungjawab (Membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya)

a.       Apa komitmen Bapak/Ibu terhadap rencana aksi?

b.      Siapa dan apa yang dapat membantu Bapak/Ibu dalam menjaga komitmen?

c.       Bagaimana dengan tindak lanjut dari sesi coaching ini?

Dengan menjalankan alur TIRTA ini, harapannya seorang kepala sekolah dapat dapat menjalankan percakapan berbasis coaching dengan lebih efektif dan bermakna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.2 PEMIMPIN PEMBELAJARAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA   Oleh : Nining Yuningsih   Pengertian dan Im...