Senin, 12 Desember 2022

                                      KONEKSI ANTAR MATERI

MODUL 2.3

Oleh :

Nining Yuningsih

CGP Angkatan 6

 

Definisi Coaching

Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai“…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”

alam ruang  kemerdekaan belajar, proses coaching juga merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak coach dan coachee. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam  dapat membuat coachee melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga mendorong coachee berpikir secara kritis dan mendalam yang bermuara pada coachee dapat menemukan kekuatan diri dan potensinya untuk terus dikembangkan secara berkesinambungan atau menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat.

Pengembangan kekuatan dan potensi diri inilah yang menjadi tugas seorang coach (pendidik/pamong). Apakah pengembangan diri seorang coachee cepat, perlahan-lahan atau bahkan berhenti adalah tanggung jawab seorang coachee. Pengembangan diri baik seorang coach atau coachee dapat dimaksimalkan dengan proses coaching.

Coaching, sebagaimana telah dijelaskan pengertiannya dari awal memiliki peran yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menggali potensi diri sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama.  Proses coaching yang berhasil akan menghasilkan kekuatan bagi coach dan coachee untuk mengembangkan diri secara berkesinambungan.

Supervisi akademik dengan paradigma berpikir Coaching

Dengan memiliki paradigma berpikir coaching, kita bersama akan meningkatkan peran kita di sekolah sebagai seorang supervisor. Supervisor yang dimaksud dapat diperankan oleh kepala sekolah, guru senior dan rekan sejawat. Bukan hal yang mudah pastinya, karena apa yang selama ini kita alami ketika sedang disupervisi merupakan pengalaman yang berbeda.

Saya pribadi, melakukan coaching dengan supervisi akademik. Setelahnya, supervisor akan melakukan diskusi dengan nyaman untuk membicarakan hal-hal yang sekiranya ada masalah dalam proses pembelajaran. Hal ini baru dilakukan sesuai dengan program sekolah. Namun belum dilakukan secara rutin terutama denagn rekan sejawat.

 

Dalam pelaksanaannya ada dua paradigma utama yang menjadi landasan kita menjalankan proses supervisi akademik yang memberdayakan, yakni paradigma pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu.

Setiap kepala sekolah dan pemimpin pembelajaran seyogyanya berfokus pada peningkatan kompetensi pendidik dalam mendesain pembelajaran yang berpihak pada murid yang bertujuan pada pengembangan sekolah sebagai komunitas praktik pembelajaran. Seorang supervisor memahami makna dari tujuan pelaksanaan supervisi akademik di sekolah (Sergiovanni, dalam Depdiknas, 2007):

1. Pertumbuhan: setiap individu melihat supervisi sebagai bagian dari daur belajar bagi pengembangan performa sebagai seorang guru,

2. Perkembangan: supervisi mendorong individu dalam mengidentifikasi dan merencanakan area pengembangan diri,

3. Pengawasan: sarana dalam monitoring pencapaian tujuan pembelajaran. Tujuan supervisi akademik ini terpadu dan integral, tidak mengesampingkan tujuan yang satu dari yang lainnya.

Dalam setiap interaksi keseharian di sekolah, seorang pemimpin pembelajaran dan sekolah perlu menghidupi paradigma berpikir yang memberdayakan bagi setiap warga sekolah dan melihat kekuatan-kekuatan yang ada dalam komunitasnya. Melalui supervisi akademik potensi setiap guru dapat dioptimalisasi sesuai dengan kebutuhan yang nantinya dapat membantu para guru dalam proses peningkatan kompetensi dengan menerapkan kegiatan pembelajaran baru yang dimodifikasi dari sebelumnya. Dan salah satu strategi yang dapat dilakukan dalam mencapai tujuan tersebut adalah melalui percakapan coaching dalam keseluruhan rangkaian supervisi akademik.

Beberapa prinsip-prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi:

1. Kemitraan: proses kolaboratif antara supervisor dan guru

2. Konstruktif: bertujuan mengembangkan kompetensi individu

3. Terencana

4. Reflektif

5. Objektif: data/informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati

6. Berkesinambungan

7. Komprehensif: mencakup tujuan dari proses supervisi akademik

 

Berikut ini adalah kompetensi inti coaching: :

1.      Kehadiran Penuh/Presence Kehadiran penuh/presence adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh bagi coachee, atau di dalam coaching disebut sebagai coaching presence sehingga badan, pikiran, hati selaras saat sedang melakukan percakapan coaching. Kehadiran penuh ini adalah bagian dari kesadaran diri yang akan membantu munculnya paradigma berpikir dan kompetensi lain saat kita melakukan percakapan coaching

2.      Mendengarkan Aktif Salah

satu keterampilan utama dalam coaching adalah keterampilan mendengarkan dengan aktif atau sering kita sebut dengan menyimak. Seorang coach yang baik akan mendengarkan lebih banyak dan lebih sedikit berbicara. Dalam percakapan coaching, fokus dan pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni mitra bicara. Dalam hal ini, seorang coach harus dapat mengesampingkan agenda pribadi atau apa yang ada di pikirannya termasuk penilaian terhadap coachee.

3.      Mengajukan Pertanyaan Berbobot

Dalam melakukan percakapan coaching ketrampilan kunci lainnya adalah mengajukan pertanyaan dengan tujuan tertentu atau pertanyaan berbobot. Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang untuk berpikir dan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi.

Percakapan Berbasis Coaching dengan Alur TIRTA

TIRTA dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.      Tujuan Umum (Tahap awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakat tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee.

Dalam tujuan umum, beberapa hal yang dapat coach rancang (dalam pikiran coach) dan yang dapat ditanyakan kepada coachee diantaranya:

a.       Apa rencana pertemuan ini?

b.      Apa tujuannya?

c.       Apa tujuan dari pertemuan ini?

d.      Apa definisi tujuan akhir yang diketahui?

e.       Apakah ukuran keberhasilan pertemuan ini?

Seorang coach menanyakan kepada coachee tentang sebenarnya tujuan yang ingin diraih coachee.

2.      Identifikasi (Coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi) Beberapa hal yang dapat ditanyakan dalam tahap identifikasi ini diantaranya adalah:

a.       Kesempatan apa yang Bapak/Ibu miliki sekarang?

b.      Dari skala 1 hingga 10, dimana posisi Bapak/Ibu sekarang dalam pencapaian tujuan Anda?

c.       Apa kekuatan Bapak/Ibu dalam mencapai tujuan tersebut?

d.      Peluang/kemungkinan apa yang bisa Bapak/Ibu ambil?

e.       Apa hambatan atau gangguan yang dapat menghalangi Bapak/Ibu dalam meraih tujuan?

f.        Apa solusinya?

3.      Rencana Aksi (Pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat)

a.       Apa rencana Ibu/bapak dalam mencapai tujuan?

b.      Adakah prioritas?

c.       Apa strategi untuk itu?

d.      Bagaimana jangka waktunya?

e.       Apa ukuran keberhasilan rencana aksi Bapak/Ibu?

f.        Bagaimana cara Bapak/Ibu mengantisipasi gangguan?

 

4.      TAnggungjawab (Membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya)

a.       Apa komitmen Bapak/Ibu terhadap rencana aksi?

b.      Siapa dan apa yang dapat membantu Bapak/Ibu dalam menjaga komitmen?

c.       Bagaimana dengan tindak lanjut dari sesi coaching ini?

Dengan menjalankan alur TIRTA ini, harapannya seorang kepala sekolah dapat dapat menjalankan percakapan berbasis coaching dengan lebih efektif dan bermakna.

Kamis, 27 Oktober 2022

 Koneksi Antar Materi - Modul 1.4

Menciptakan Budaya Positif

Nining Yuningsih

(CGP Angkatan 6)

 

Peran Menciptakan Bidaya Positif

Sebagai calon guru penggerak yang memiliki nilai berpihak pada murid dan kolaboratif, serta inovatif, saya memiliki tanggung jawab untuk berpihak pada murid dalam menanamkan budaya positif baik di kelas maupun di sekolah. Juga berkolaborasi bersama guru lainnya juga phak sekolah untuk menciptakan budaya positif dengan menyeragamkan persepsi dan sikap. Terhadao murid. Dan sebagai guru yang inovatif, saya memiliki tanggung jawab untuk mencari cara terbaru yang efektif saat menghadapi murid yang memiliki pengetahuan yang baru dan bayak juga kosakata yang beragam.

Peran sebagai seorang pendidik yakni haruslah menjadi teladan, seorang model sekaligus mentor dari anak/siswa di dalam mewujudkan perilaku yang berkarakter yang meliputi olah pikir, olah hati dan olah rasa. Keyakinan kelas wajib dimiliki oileh setiap kelas dan setiap guru sehingga guru dapat memiliki atau mengambil peran sebagai posisi kontrol dari posisi kontrol yang ada (Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer). Selain iytu, inovasi sanagt dibutuhkan oleh guru untuk menerapkan segitiga restitusi untuk menghadapi siswa yang unik dan beragam.

Kolaborasi antar elemen sekolah menajdi sebuah kewajiban untuk mewujudkan busaya positif di sekolah. Penetapan aturan yang disepakati bersama menjadi tanggung jawab bersama untuk merealisasikannya. Sosialisasi terhadap ilmu dan metode baru dari satu elemen ke elemen lain. Saling bahu membahu untuk menciptakan segitiga restitusi dalam peran masing-masing dalam diri guru. Menyaman persepsi dan realisasi dalam disiplin positif menjadi kunci terciptanya budaya positif di sekolah.

Refleksi pemahaman

1.      Disiplin positif

Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid memiliki motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai, atau mencapai suatu tujuan mulia.

 

2.      Teori motivasi, hukuman dan penghargaan,

hukuman bersifat tidak terencana atau tiba-tiba. Anak atau murid tidak tahu apa yang akan terjadi, dan tidak dilibatkan. Hukuman bersifat satu arah, dari pihak guru yang memberikan, dan murid hanya menerima suatu hukuman tanpa melalui suatu kesepakatan, atau pengarahan dari pihak guru, baik sebelum atau sesudahnya. Hukuman yang diberikan bisa berupa fisik maupun psikis, murid/anak disakiti oleh suatu perbuatan atau kata-kata. Sementara disiplin dalam bentuk konsekuensi, sudah terencana atau sudah disepakati; sudah dibahas dan disetujui oleh murid dan guru. Umumnya bentuk-bentuk konsekuensi dibuat oleh pihak guru (sekolah), dan murid sudah mengetahui sebelumnya konsekuensi yang akan diterima bila ada pelanggaran. Pada konsekuensi, murid tetap dibuat tidak nyaman untuk jangka waktu pendek.

 

3.      Keyakinan Kelas

Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan memahami arti sesungguhnya tentang peraturan-peraturan yang diberikan, apa nilai-nilai kebajikan dibalik peraturan tersebut, apa tujuan utamanya, dan menjadi tidak tertarik, atau takut sehingga hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur mereka tanpa memahami tujuan mulianya.

 

4.      kebutuhan dasar manusia,

Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka

 

5.      posisi kontrol guru,

Lima posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer.

 

6.      segitiga restitusi

tahapan untuk memudahkan para guru dan orangtua dalam melakukan proses untuk menyiapkan anaknya untuk melakukan restitusi, bernama segitiga restitusi/restitution triangle. Strategi yang direpresentasikan dalam 3 sisi segitiga restitusi adalah Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity) yakni Kita semua akan melakukan hal terbaik yang bisa kita lakukan, Validasi Tindakan yang Salah

(Validate the Misbehaviour) yakni Semua perilaku memiliki alasan, dan Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief) yakni Kita semua memiliki motivasi internal.

 

Perubahan yang terjadi pada cara berpikir saya dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini adalah menciptakan budaya positif di kelas membutuhkan keberpihaan pada murid yakni dengan memperhatikan kebutuhan dasar murid guna memunculkan motivasi intrinsik pada murid. Sedangkan menciptakan budaya positif di sekolah membutuhkan kolaborasi antar elemen yang ada di sekolah dimulai dari murid, penjaga sekolah, guru hingga manajemen sekolah.

Pengalaman yang pernah saya alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah, salah satu pegalaman yang saya alami terkair dengan budaya positif adalah berkaitan dengan murid. Selama ini saya terpaku dengan aturan. Yang patuh diberikan penghargaan dan yang tidak patuh akan diberi hukuman. Karena kondisi murid yang unik dan beragam, maka tidak jarang saya memberlakukan hukuman dan penghargaan hampir setiap waktu. Namun hal itu berhenti sejak awal bulan oktober. Saya  merasa hal itu tidak berefek karena murid yang yang mendapatkan penghargaan dan hukuman terjadi pada murid yang sama. Saya mencoba mengembalikan semua pada fungsinya. Dan ketika mendapatkan ilmu dari modul 1.4, saya mencoba menerapkannya. Salah satu yang paling berefek adalah pada pembiasaan di kelas. Penggunaan topi di kelas. Di saat biasanya saya mengambil topi, kini saya cukup berbicara “anak-anak, ropi itu fungsinya buat apa ya?” atau ketika ada murid yang mengobrol saya akan berbicara “hmmm… kira-kira sopan ga ya kalau kita mengobrol di depan orang yang sedang menjelaskan materi?” Diakhiri dengan senyuman dan sedikit penjelasan atau bahkan contoh. Hasilnya, murid lebih peduli dibandingkan dengan sebelumnya. Mereka menuruti tanpa gerutuan atau wajah yang tidak nyaman.

Pada akhirnya, bukan kelegaan dan kenyaman yang terjadi pada raut wajah murid, namun juga hati saya. Tidak ada rasa kesal karena murid tidak mengikuti aturan, namun lebih fokus pada bagian mana yang belum mereka fahami. Fokus pada solusi membuat saya lebih tenang dan nyaman saat menghadapi murid yang masih belum terbiasa denagn kebiasaan baik.

Dalam penerapan konsep-konsep tersebut tentaunya tidak sempurna. Hal yang sudah baik seperti mengembalikan kepada fungsinya di ruang lingkup kelas cukup baik dan efektif. Namun itu tidak terjadi pada murid yang tidak saya ajar. Butuh kolaborasi yang cukup erat antara satu guru dengan lainnya untuk menghadapi murid yang belum terbiasa dengan kebiasaan baik atau aturan yang di terapkan di sekolah. Menyamakan persepsi dan afeksi terhadap perilaku murid.  

Sebelum mempelajari modul ini, saya cenderung memposisikan diri sebagai pembuat merasa bersalah. Saya merasa bahwa dengan membuat murid merasa bersalah, diharapkan muncul keinginan memperbaiki diri. Namun kini saya berusaha untuk mengambil posisi manajer. Menghadapi murid berdasarkan situasi yang ada. Mencoba negosiasi memunculkan rasa tanggung jawab yang ada dalam diri murid. Tentunya menajdi seorang manajer tangangannya lebih besar, namun hasil yang dapatkan lebih berkualitas dan perubahan yang muncul dalam diir murid bertahan lebih lama dibanding denagn membuat murid merasa bersalah.

Sebelum mempelajari modul ini, beberapa kali dalam kasus tertentu saya menerapkan segituga restitusi. Tahapan yang biasa saya praktekkan adalah tahap menanyakan keyakinan. Biasanya itu dilakukan setelah sebelumnya kami (saya dan murid) telah bersepakat tentang kasus yang pernah murid alami. Hal yersebut juga saya lakukan saat menghadapi muris yang melanggar aturan sekolah dan posisi saya sebgai wali murid di sekolah. Mencoba menggambarkan kehidupan setelah saat ini guna mereka sadar bahwa mereka harus berubah dari kondisi saat ini.  

Hal lain yang menurut sayapenting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah adalah penjelasan mengenai psikologi murid berdasar tingkatan sangat perlu karena hal tersebut dapat menjadi bekal untuk melakukan pendekatan terhadap murid.

 

Jumat, 23 September 2022

Gambaran Diri di Masa Depan


Oleh : Nining Yuningsih 

(CGP Angkatan 6)


 Dalam tiga tahun ke depan, tentunya saya berharap sudah lulus menjadi guru penggerak Angkatan 6. dengan proses selama 6 bulan masa Pendidikan, tentunya banyak  hal yang saya dapatkan dan akan saya terapkan dalam keseharian saya sebagai guru. Diantaranya adalah dapat menerapkan nilai-nilai guru penggerak yakni (1) berpihak pada murid, (2) reflektif, (3) mandiri, (4) kolaboratif, serta (5) inovatif.


1.      Berpihak Pada Murid


Nilai ini mensyaratkan Guru Penggerak untuk selalu bergerak dengan mengutamakan kepentingan murid. Pada tiga tahun kedepan saya memiliki banyak pilihan untuk membuat pembelajaran yang berpihak pada murid. Saat ini saya sedang mengembangkan (melakukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi) tentang Pembelajaran yang efektif. Diharapkan mini penelitian ini dapat berhasil dan dapat diterapkan secara berkelanjutan.

Tiga tahun ke depan saya dapat menciptakan Pembelajaran yang membuat peserta didik merasa senang di kelas, memahami materi dengan mudah, mampu menerapkan dalam kehidupan. Menghargai tanpa rasa iri antar teman. Mengerjakan tugas guru dengan rasa senang, menghargai dan menghormati guru, bukan rasa takut.

Pengemasan pembelajaran melalui teknologi yang dibuat atau di system kan oleh pihak sekolah melalui program kurikulum atau sarana dan prasarana seperti pembelajaran menggunakan infokus guna memberikan realitas, simulasi hingga demontrasi di kelas. Dengan sumber beajar yang kaya, peserta didik diajak melihat luasnya ilmu yang sedang mereka pelajari hingga mereka sadar akan pentingnya dan manfaat yang akan mereka dapatkan dari proses pembelajaran.

Pembuatan bahan ajar yang dapat dijangkau oleh peserta didik berupa pengemasan bahan ajar dalam gadget. Saya juga dapat meningkatkan keterampilan melalui pembelajaran berbasis praktek. Memilih materi yang sesuai dengan kebutuhan keterampilan peserta didik dan menyesuaikan dengan sarana dan prasarana yang ada. Selain itu, menciptakan kolaborasi antar teman melalui pembelajaran berbasis kelompok. Meningkatkan interaksi sosial dan Kerjasama antar teman.

 

2.      Mandiri


Nilai Mandiri ini, secara sederhana menggambarkan semangat Guru Penggerak untuk terus belajar sepanjang hayat. keelokan dan ketepatan” kualitas kinerja dan hasil kerja mereka  menjadi tantangan bagi saya untuk tetap menjadi diri sendiri yang sekarang. Tetap mengikuti pelatihan yang dapat terjangkau dan dapat dijangkau.

Dalam era digital, pendidikan atau pelatihan menjadi sangat mudah. Meski tidak se efektif face to face, namun cukup membantu mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan. Beberapa saya mengikuti baik yang nasional maupun internasional. Ada yang gagal seleksi, ada yang lolos, hingga menjadi peserta dengan essay terbaik.

Dalam 3 tahun ke depan, saya mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan pendidikan seperti guru penggerak dan pendidikan profesi guru. Saya aktif dalam pelatihan yang diselenggaran oleh BMTI atau oleh P4TK. Dan saya sangat menantikan untuk pelatihan dengan skala nasional dan diikuti secara offline.

 

3.      Reflektif

Dengan mengamalkan nilai reflektif, Guru Penggerak memanfaatkan pengalaman-pengalaman sebagai pembelajaran untuk menuntun dirinya, murid, dan sesama dalam menangkap pembelajaran positif, sehingga mampu menjalankan perannya dari waktu ke waktu. Terbiasa dengan pembuatan to do list, gratitude journal, menjadi kebiasaan menjadi diri yang reflektif dalm membentuk saya hingga seperti sekarang. Tentunya bantuan keluarga dan teman-teman juga.

Fokus pada pelatihan tentang fisika dan hal-hal favorit sudah cukup sampai saat ini. Saya merasa senang dan bahagia ketika mendapatkan ilmu dan teman baru. Selain itu, saya merasa percaya diri dengan bertambahnya pengetahuan dan keterampilan baru yang saya dapatkan. Saya mendapatkan pengalaman yang bisa saya bagi kepada peserta didik, ilmu baru yang dapat saya terapkan dalam proses pembelajaran. Sampai tiga tahun kedepan saya harus banyak menambah pengalaman dari sisi pendidikan. Banyak membaca artikel, paper dan jurnal mengenai pendidikan menjadi tanangan bagi saya untuk meningkatkan kualitas pengetahuan saya mengenai proses pembelajaran yang akan saya kembangkan.

 

4.      Kolaboratif

Nilai Kolaboratif berarti seorang Guru Penggerak mampu senantiasa membangun daya sanding. Guru Penggerak diharapkan mampu mengomunikasikan kepada semua pihak mengenai pentingnya keberpihakan pada murid. Saya membagi aktivitas kolaboratif dalam dua bagian yakni kolaboraif Bersama guru, peserta didik dan orang tua atau wali.

Aktivitas dalam kolaboratif Bersama guru, saya melaksanakan koordinasi Bersama rekan-rekan guru dalam menganalisis kondisi peserta didik di kelas. Baik dari sisi pembelajaran maupun dari sikap peserta didik. Berkolaborasi dalam mengembangkan pembelajaran di kelas Bersama guru mapel yang sama namun mengajar di berbeda kelas, seperti halnya berdiskusi mengenai metode yang cocok dalam suatu materi atau capaian pembelajaran tertentu. Selain itu, saya berkolaborasi dengan pohak manajemen sekolah bagain kurikulum dengan cara memberikan masukan dalam proses pembelajran dan penilaian, baik penilaiann normative maupun sumatif.

Aktivitas dalam kolaboratif bersama peserta didik, saya melibatkan peserta didik dalam mengembangkan pembelajaran di kelas. Peserta didik mengisi kuisioner tanpa nama untuk ikut mengevaluasi pemebelajaran. Pertanyaannya meliputi media pembelajaran yang paling di sukai dan mudah di mengerti, metode pembelajaran yang paling efektif untuk menyampaikan materi hingga tempat atau lokasi pembelajaran yang membuat peserta didik nyaman melakukan pembelajaran. Selain itu, saya  membuat kelompok belajar guna meningkatkan kolaborasi antar teman diantara peserta didik. Mengubah anggota kelompok secara berkala dan saya melakukan diskusi dengan beberapa enggota kelompok untuk menyelidiki hal-hal yang menajdi kendala atau masalah dalam diri peserta didik baik masalah secara individu maupun secara kelompok.

Aktivitas dalam kolaboratif bersama orang tua/wali, saya melakukan koordinasi melalui media onilne maupun offline. Mengkomunikasikan hal-hal yang terjadi pada peserta didik berkala seperti laporan kehadiran tiap akhir pekan atau langsung menghubungi orang tua/wali jika ada peserta didik yang tidak masuk sekolah. Selain itu, memanggil orang tua/wali jika terdapat peserta didik melakukan hal unik baik positif maupun negatif. Berdiskusi mencari akar permasalahan dan solusi terbaik untuk dilakukan ke depannya. Saya juga ikut berkontribusi dalam sosialisasi program sekolah seperti presentasi kepada orang tua/wali dalam Uji Kompetensi Keahlian (UKK).

 

5.      Inovatif

Makna dari nilai Inovatif adalah seorang Guru Penggerak mampu senantiasa memunculkan gagasan segar dan tepat guna. Guru Penggerak yang mempunyai nilai inovatif juga pantang menyerah (daya lenting) serta jeli melihat peluang/potensi yang ada di sekitarnya untuk mendukung dan meningkatkan kualitas pembelajaran murid.

 

Dunia yang serba digital memiliki dua sisi yakni positif dan negatif. Sebagai seorang guru, saya bertanggung jawab memenuhi ruang penggunaan gadget untuk hal-ha yang positif. Saat ini saya dan tim sedang mengembangkan aplikasi untuk penilaian peserta didik baik penilaian normatif atau sumatif. Selama ini ujian berbasis android sudah di langsungkan. Ke depan, ujian bukan hanya berbasis android dari sisi pelaksanaan, namun dengan ujian berbasis Internet of Things (IoT),  mampu menngkatkan kedisiplinan dan motivasi yang tinggi dalam memahami materi.

 

Selain itu, agenda guru bukan hanya di isi oleh guru mata pelajaran. Namun, peserta didik ikut mengisi melalui apliaksi di handpohe (HP). Mereka dapat mengisi dan memberi komentar mengenai proses pembelajaran. Data yang diinput peserta didik akan terekap dalam sebuah data utuh. Hal ini diharapkan mampu memberikan data atau gambaran untuk pihak manajemen sekolah yang terkait (kurikulum dan kepala sekolah contohnya) untuk memberikan evaluasi terhadap kualitas pembelajaran di kelas.  

 

Selain itu, dalam proses pembelajaran, saya menemukan ide atau aplikasi media pembelajaran yang terbaru. Saya mulai terbiasa dengan membaca junal ilmiah internasional sehingga proses pembelajran bukan hanya mengikuti perkembangan teknologi, namun juga mengikuti perkembangan model atau metode yang sedang berkembang di dunia. Seperti STEM atau STEAM atau yang lainnya yang sedanag berkemabng. Saya muali berdiskusi bersama teman-teman yang sedang meuntut ilmu di belahan dunia lain untuk berkolaborasi dalam mengembangkan suatu metode yang sedang berkemabng dan cocok di terapkan dalam pendidikan Indonesia umumnya dan pendidikan di unit saya bekerja khsusunya.

 

Selasa, 13 September 2022

 Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Modul 1.1

(Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional - Ki Hadjar Dewantara)


Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. KHD memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan.

 Maksud pengajaran dan pendidikan yang berguna untuk perikehidupan bersama ialah memerdekakan manusia sebagai bagian dari persatuan (rakyat). Manusia merdeka adalah manusia yang hidupnya lahir atau batin tidak tergantung pada orang lain, akan tetapi bersandar atas kekuatan sendiri. Pendidikan menciptakan ruang bagi murid untuk bertumbuh secara utuh agar mampu memuliakan dirinya dan orang lain (merdeka batin) dan menjadi mandiri (merdeka lahir). Kekuatan diri (kodrat) yang dimiliki, menuntun murid menjadi cakap mengatur hidupnya dengan tanpa terperintah oleh orang lain.

Dalam proses “menuntun”, anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Anak juga secara sadar memahami bahwa kemerdekaan dirinya juga mempengaruhi kemerdekaan anak lain. Oleh sebab itu, tuntutan seorang guru mampu mengelola dirinya untuk hidup bersama dengan orang lain (menjadi manusia dan anggota masyarakat)

KHD juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka namun tetap waspada terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, “waspadalah, carilah barang-barang yang bermanfaat untuk kita, yang dapat menambah kekayaan kita dalam hal kultur lahir atau batin. Jangan hanya meniru. Hendaknya barang baru tersebut dilaraskan lebih dahulu”. KHD menggunakan ‘barang-barang’ sebagai simbol dari tersedianya hal-hal yang dapat kita tiru, namun selalu menjadi pertimbangan bahwa Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar.

KHD menegaskan juga bahwa didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri. Artinya, cara belajar dan interaksi murid Abad ke-21, tentu sangat berbeda dengan para murid di pertengahan dan akhir abad ke-20. Kodrat alam Indonesia dengan memiliki 2 musim (musim hujan dan musim kemarau) serta bentangan alam mulai dari pesisir pantai hingga pegunungan memiliki keberagaman dalam memaknai dan menghayati hidup. Demikian pula dengan zaman yang terus berkembang dinamis mempengaruhi cara pendidik menuntun para murid.

 Lebih lanjut KHD menjelaskan, keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual). Keluarga juga merupakan sebuah ekosistem kecil untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat dibanding dengan institusi pendidikan lainnya.

Awalnya saya memandang peserta didik sebagai objek yang harus saya didik, saya berikan ilmu pengetahuan, perkembangan zaman dan penerapan teknologi dalam kehidupan. Hal itu terjadi seiring berjalan perkembanagn IPTEK yang ada dan berdasarkan pengalaman serta prinsip yang sudah saya dapatkan di bangku kuliah. Namun kini saya mengetahui bahwa apa yang saya lakukan dan harus saya lakuakn merupakan sebuah pandangan yang sosok yang menginspirasi dunia pendidikan Indonesia yakni Ki Hajar Dewantara.

Adapun refleksi dari pengetahuan dan pengalaman baru yang saya peroleh dari modul 1 ini adalah lebih peka terhadap peserta didik dan hakikat dari pendidikan dan pengajaran. Bagaimana sebuah konsep tentang keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak, membuat saya mencba memahami latar belakang setiap peserta didik yang berbeda menghasilkan sikap dan karakter peserta didik yang berbeda. Tidak memandang peserta didik yang aneh ketika mendapat peserta didik yang ‘unik’ karena mereka memiliki latar belakang tersendiri dari keluarganya.

Selain itu, kodrat zaman yang tidak bisa lepas dari perkembangan teknologi, membuat peserta didik tidak lepas dari teknologi. Ketika di satu sisi gadget memiliki dampak buruk yang begitu besar, maka menjadi sebuah tantangan bagi saya sebagai seorang guru untuk memanfaatkan teknologi hadir dalam proses pembelajaran. 


Selain igu, peserta didik yang tidak lepas dari gadget membuat proses belajar terganggu, namun saya mencoba melibatkannya dengan menghadirkan media pembelajaran yang hadir dalam gadget.

 


Kedepannya, saya akan berusaha membuat proses pembelajaran lebih hidup dengan menghadirkan pembelajaran yang lebih bervariatif sesuai dengan perkembangan zaman namun tetap menuntun peserta didik untuk menemukan jati diri sesuai dengan karakter dasar sebagai manusia dan makhluk sosial. Peka terhadap perkembangan zaman yang ada namun tetap teguh pada prinsip yang telah di bangun.

Oleh :

Nining Yuningsih

(CGP angkatan 6 Kab. Sukabumi) 

Senin, 04 April 2022

 ENERGI DAN DAYA LISTRIK

Energi listrik bukan hasil ciptaan manusia, tetapi energi listrik dapat timbul dari energi panas dan energi gerak. Selain itu, energi listrik tidak dapat dimusnahkan, tetapi energi listrik dapat diubah menjadi energy panas, energy bunyi, atau energi gerak. Berdasarkan penjelasan tersebut, apakah keuntungan energi listrik itu? Pada kesempatan ini, kita akan membahas manfaat energi listrik dalam kehidupan sehari-hari, cara menghitung energi listrik yang terpakai dan alat-alat yang dapat mengubah energi listrik menjadi energi kalor.

 

Energi Listrik

Energi listrik berguna untuk kita karena dapat dengan mudah diubah menjadi energi bentuk lain. Misalnya motor listrik merubah energi listrik menjadi energi mekanik. Energi listrik adalah energi yang ditimbulkan oleh arus listrik pada suatu penghantar yang dapat diubah menjadi energi bentuk lain. Beberapa pemanfaatan perubahan energi listrik menjadi energi bentuk lain:

1.      Energi listrik menjadi energi kalor, misalnya kompor listrik, setrika listrik, solder listrik, dan rice cooker.

2.      Energi listrik menjadi energi gerak, misalnya bor listrik, kipas angin listrik, dan motor listrik.

3.      Energi listrik menjadi energi kimia, misalnya pada proses pengisian akumulator.

4.      Energi listrik menjadi energi cahaya, misalnya pada lampu pijar

 

Energi listrik dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

 



Daya Listrik

Daya listrik adalah laju energi listrik yang dipindahkan atau energi listrik tiap satuan waktu.

Daya listrik dapat ditentukan dengan persamaan berikut:


Perhitungan Pemakaian Energi Listrik (Rekening Listrik)

Setiap bulan, semua pelanggan listrik PLN harus membayar biaya pemakaian energi listrik sesuai dengan banyaknya energi listrik yang dikonsumsi. Dalam hal ini biasanya energi listrik yang diperhitungkan dinyatakan dalam satuan kilowatt-jam atau kilo watt-hour disingkat kWh. 1 kWh adalah jumlah energi yang dipakai oleh sebuah peralatan listrik yang berdaya 1 kilowatt selama 1 jam. Banyaknya energi listrik yang digunakan dapat dibaca pada gardu rumah (meteran listrik).

Pemakaian energi listrikk selama sebulan dapat diketahui melalui meteran listrik itu. Kemudian, dengan tarif listrik tertentu, misalnya sekitar Rp 180,00/kWh, pihak PLN ataupun kita dapat mengetahui besar biaya pemakaian energi listrik selama sebulan. Biaya pemakaian energi listrik inilah yang harus kita bayarkan secara rutin setiap bulan pada PLN, yang sering kita sebut rekening listrik.

Pada kenyataannya, tarif listrik itu tidak sama untuk semua gedung atau kepentingan. Secara umum perbedaan tarif listrik dapat dibedakan atas tiga kriteria, yaitu tarif listrik untuk rumah tangga, badan sosial (yayasan yatim piatu), dan pabrik atau industri.

 

Contoh soal:

1. Pada sebuah rumah, penghuninya menggunakan pesawat listrik sebagai berikut.

a. TV dengan daya 350 watt dinyalakan selama 12 jam/hari

b. Radio dengan daya 15 watt dinyalakan selama 10 hari/jam

c. Lemari es dengan daya 350 watt dinyalakan selama 18 jam/hari

d. Pompa air dengan daya 250 watt dinyalakan selama 4 jam/hari

e. Mesin cuci dengan daya 500 watt dinyalakan selama 5 jam/hari

Berapakah biaya rekening listrik yang harus dibayar selama 1 bulan (30 hari) jika 1 kWh Rp 180,00 dan biaya pelanggan Rp 3.500,00?

Penyelesaian:

Diketahui:

a. TV, P = 350 watt, t = 12 jam

b. Radio, P = 15 watt, t = 10 jam

c. Lemari es, P = 350 watt, t = 18 jam

d. Pompa air, P = 250 watt, t = 4 jam

e. Mesin cuci, P = 500 watt, t = 5 jam

Biaya 1 kWh sebesar Rp 180,00

Biaya pelanggannya sebesar Rp 3.500,00

Ditanyakan: Biaya rekening selama 30 hari = ?


Tulisan ini diambil dan diolah dari sumber:

http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/KONSEP_DASAR_FISIKA/BBM_11__%28Listrik_



KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.2 PEMIMPIN PEMBELAJARAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA   Oleh : Nining Yuningsih   Pengertian dan Im...