Melemahnya Rupiah, Menguatnya Harga
Kedelai
Pengaruh
Melemahnya Rupiah terhadap Naiknya Harga Kedelai
Beberapa waktu terakhir ini, nilai
tukar rupiah melemah. Pelemahan rupiah yang telah terjadi beberapa minggu ini
tak pelak telah berdampak pada perekonomian Indonesia. Salah satu diantaranya adalah Harga-harga komoditas impor atau berkandungan bahan impor
merangkak naik.tak pelak, harga kedelai yang merupakan barang impor ikut
melambung. Hal ini membuat pedagang kelimpungan. antara memproduksi dengan
harga yang yang tinggi atau menghentikan sementara produksi. Dan pedagang
memilih untuk menghentikan produksi.
Dalam penggunaannya, menurut mentri
pertanian, kebutuhan kedelai Indonesia mencapai 2,4 Juta ton. Dan saat ini 70 %
nya berasal dari impor (detik.com, 16/9/2013).
Menyempitnya lahan pertanian karena adanya pengalihan lahan menjadi
lahan industri menjadi perhatian. Banyaknya pembangunan tanpa pengontrolan,
juga lahan yang kini banyak dilimiki oleh pihak asing membuat pertanian banyak
ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia. Seirama dengan kondisi lapangan,
pemerintah pun membuat kebijakan uuntuk mengimpor kebutuhan yang tidak dapat
dipenuhi oleh lokal. Termasuk kedelai.
Di sisi lain, besarnya kuota impor
menjadi hal yang wajar jika saat rupiah
melemah terhadap dolar Amerika, harga impor kedelai melambung. Karena dalam
praktik perdagangan internasional, alat yang digunakan untuk membeli barang
impor ada tiga macam, yakni dollar, devisa,
dan letter of credit.
Sehingga korelasi moneter sangat kentara dalam kenaikan harga kedelai.
Penyebab Melemahnya Rupiah
Instabilitas nilai tukar mata uang
bukan terjadi kali ini saja dan bukan terjadi hanya pada rupish saja. Bagaimana
pada tahun 1998, krisis moneter melanda dunia, termasuk Indonesia di dalamnya.
Krisi moneter juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari negara-negara di
Uni Eropa dan Amerika. Dalam perekonomian saat ini, moneter merupakan sebuah
keniscayaan, hal ini dibuktikan dengan adanya krisis moneter yang telah terjadi
sebanyak 20 kali selama abad 20. Jika dihitung, maka krisis moneter terjadi
pada kurun waktu 5 tahun sekali.
Bagaimana tahun 2008 lalu Amerika mengalami krisis hingga negara-negara
maju lainnya beramai-ramai memabntu memulihkan perekonomian Amerika. dan 5
tahun berselang, tahun ini yakni tahun 2013 krisis tersebut berulang dikawsan
Asia.
Menurut Ahmad Umar, Penyebab
instabilitas mata uang dikembalikan pada dua hal yaitu problem moneter dan
problem ekonomi. Yang dimaksud dengan problem moneter adalah problem mata uang
itu sendiri. Mata uang yang digunakan saat ini adalah mata uang kertas (fiat money). Mata uang kertas tidak memiliki nilai intrinsik (nilai
bahan). Mata uang kertas hanya memiliki nilai nominal (nilai tertulis) yang
ditetapkan oleh undang-undang. Sedangkan yang dimaksud problem ekonomi adalah
problem ketidakmampuan dalam negeri memenuhi kebutuhan dalam negeri terutama
pada komoditas strategis yaitu pangan dan energi, sehingga menyebabkan
ketergantungan yang sangat tinggi pada Negara lain.
Legitimasi mata uang kertas sangat
rapuh sebab ia sama sekali tidak disandarkan pada komoditas yang bernilai
seperti emas dan perak. Ia hanya ditopang oleh undang-undang yang dibuat
pemerintahan suatu negara. Jika keadaan politik dan ekonomi negara tersebut tidak
stabil maka tingkat kepercayaan terhadap mata uangnya juga akan menurun. Para
pemilik uang akan beramai-ramai beralih ke mata uang lain atau komoditas yang
dianggap bernilai sehingga nilai uang tersebut terpuruk.
Hal ini dijadikan alat permaian bagi orang-orang
tertentu yang memilki modal, terutama yang bermain di pasar modal atau saham.
Sehingga kondisi perekonomian lebih banyak dikendalikan oleh segelintir orang,
sedangkan pengaruhnya berdampak pada seluruh aspek termasuk harga barang yang
naik yang kebnayakan di konsumsi oleh kalagan menengah ke bawah seperti kedelai
yang menjadi bahan baku tempe dan tahu.
Inilah dampak dari posisi Indonesia yang menerapkan sistem ekonomi yang
sama dengan dengan negara dunia lainnya yakni sistem ekonomi kapitalisme.
Sistem ekonomi yang menjadi tulang punggung ideologi kapitalisme yang kini
merajai dunia. Namun faktanya, ekonomi kapitalisme tidak mampu menyelamatkan
perekonomian negara penganutnya bahkan menghancurkannya. Hal ini bisa dilihat
dari satu aspek yakni penggunaan nilai mata uang yang digunakan. Inflasi dan
moneter yang selalui menghantui mmebuat sebuah negara tidak akan mampu berdiri
sendiri. Termasuk Indonesia yang memiliki segudang potensi untuk menjadi negara
mandiri dan super power.
Dalam kondisi jeratan sistem ekonomi
kapitalisme, Indonesia tidak akan mampu mencapai kemandirian. Kecuali Indonesia
keluar dari perputaran sistem ekonomi yang ada. butuh sebuah revolusi sistem
ekonomi yang aka menyelamatkan ketergantungan, salah satunya dalam nilai mata
uang. Berbicara revolusi ekonomi, maka kita akan berbicara tentang revolusi
ideologi. Karena sistem ekonomi hanya merupakan sebuah sub sistem dari sebuah
ideologi. Seperti halnya sistem ekonomi
kapitalisme yang merupakan sub sistem ideologi kapitalisme.
Solusi
Berbicara tentang nilai mata uang, maka akan
berbicara yang namanya standar. Jika saat ini yang menjadi standar adalah uang
kertas tanpa ada jaminan, maka inflasi dan moneter dengan sigap menghampiri
secara bergilir. Padahal jauh sebelum uang kertas begulir yang hanya berupa
nilai instrinsik saja, negara-negara di dunia menggunakan uang kertas dengan
jaminan emas. Bahkan negara yang pernah menguasai 2/3 dunia menerapkan sistem
mata uang dinar dirham. Pada saat nilai mata uang disandarkan pada emas, nilai
mata uang relatif stabil. Beberapa kelebihan diantaranya adalah:
1.
inflasi
rendah dan terkendali
Keampuhan
mata uang mengendalikan inflasi telah dibuktikan oleh Jastram, (1980) seorang
profesor dari University of California. Ia menyimpulkan bahwa tingkat inflasi
pada standar emas (gold
standard) paling rendah dari
seluruh rezim moneter yang pernah diterapkan termasuk pada rezim mata uang
kertas (fiat
standard). Sebagai contoh dari
tahun 1560 hingga 1914 indeks harga (price index) Inggris tetap konstan dimana inflasi dan deflasi nyaris
tidak ada. Demikian pula tingkat harga di AS pada tahun 1930 sama dengan
tingkat harga pada tahun 1800.
2.
di dalam standar emas, nilai tukar antar negara relatif stabil
sebab mata uang masing-masing negara tersebut disandarkan pada emas yang
nilainya stabil. Pertukaran antara mata uang yang dijamin oleh emas dengan mata
uang kertas negara lain yang tidak dijaminan emas juga tidak menjadi masalah.
Hal ini karena nilai mata uang yang dijamin emas tersebut ditentukan oleh
seberapa besar mata uang kertas tadi menghargai emas. Nilai emas memang bisa
naik atau turun berdasarkan permintaan dan penawaran, namun ketika emas
dijadikan uang maka masing-masing negara akan menjaga cadangan emas
mereka. Dengan demikian supply mata uang akan
relatif stabil sehingga nilainya pun stabil.
Melihat sejarah lahirnya standar mata uang emas, maka akan
ditemukan bahwa sistem ekonomi yang menerapkannya adalah sistem ekonomi Islam.
Saat ini sistem ekonomi Islam atau ekonomi syariah telah menjamur, terutama di
Indonesia. Bahkan banyak bank-bank yang menerapkan sistem syariah. harapannya
ekonomi syariah ini akan mampu membantu memulihkan perekonomian yang telah
terlanjur berada dalam dasar keterpurukan. Hanya saja, banyak yang melupakan
bahwa sistem ekonomi merupakan anak atau
pengaruh dari sistem inti atau ideologi yang digunakan. Termasuk sistem ekonomi
Islam atau syariah yang merupakan salah satu bagian dari ideologi Islam.
Sehingga tidak mungkin sistem sekonomi syariah akan mambantu memulihkan
perekonomian indonesia sementara masih menerapkan ideologi kapitalisme. Sistem
ekonomi syaroah akan dapat berfungsi jika ideologi yang diterapkan sesuai
dengan induknya, yakni Islam.
Adapun mengenai swasembada pertanian yang kini menjadi sorotan,
maka islam pun sebagai ideologi mempunyai cara tersendiri dalam mengatur
swasembada pertanian, diantaranya adalah :
1.
negara harus memberikan support penuh dalam pembangunan pertanian;
misalnya dengan memberikan modal, lahan, sarana produksi pertanian, dll kepada
petani.
2.
dilakukan kebijakan ekstensifikasi; dibuka lahan-lahan baru
untuk pertanian. Lahan-lahan yang tidak produktif dan menganggur selama 3 tahun
diambil oleh negara dan diberikan kepada mereka yang siap menggarap. Lahan
pertanian yang subur harus tetap dipertahankan sebagai lahan pertanian, tidak
dikonversi untuk keperluan lain.
3.
dilakukan intensifikasi dengan penemuan bibit unggul, sistem
budidaya, penyediaan pupuk, dan obat pembasmi hama yang efektif.
4.
dilakukan restrukturisasi pertanian. Misalnya, petani-petani
gurem yang tidak efisien dengan lahan hanya 0,2-0,3ha harus ditingkatkan skala
usahanya dengan lahan yang lebih luas.
5.
dilakukan penanganan yang baik pada sektor pemasaran produk
pertanian. Misalnya, rantai pemasaran yang merugikan petani harus dihapus;
disiapkan infrastruktur pendukung yang memadai seperti jalan, alat
transportasi, pasar, dll; juga dibangun industri-industri yang dapat menyerap
hasil pertanian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar