Sebenarnya aku
bingung sih gimana mendeskripsikan konsep Mencintai diri sendiri versi aku. yang
aku ingat ketika kecil (SD lah yah) aku senang pas dapat hadiah setelah pengumuman
ranking atau menari di panggung pas kenaikan kelas. Sore hari merencanakan besok
mau main sama siapa dan mau main apa.
[2]
Di sekolah, waktu
yang ditunggu-tunggu adalah pas istirahat untuk menghabiskan uang jajan. Semua jajanan
dicoba. Kalau uang masih ada tapi sudah kenyang, maka ya dibeliin mainan atau
bahkan rela tidak jajan makanan demi membeli gambar barbie untuk di kasih
pensil warna.
Tak luput juga pohon
jambu milik tetangga adalah sesuatu yang wajib diamati pertumbuhannya terutama
bagian buahnya. Yupz, manjat pohon, ambil buahnya ketika kondisi sepi dan
memakannya di tempat tersembunyi. Kalau ketahuan ya udah sih lari sambil
ketawa-ketawa melihat ekspresi tetangga. Kalau dimarahin sama orang tua juga ya
udah nangis aja. Nanti juga disayang lagi.
Masa-masa SMP dimana
mulai punya banyak teman juga tak luput dari rencana bagaimana membuat formula
membahagiakan diri. Dan hal yang paling ditunggu adalah waktu ektrakurikuler,
karena disana adalah waktunya untuk bisa pulang sore tanpa ditanya orang rumah habis
darimana, sama siapa, ngapain aja. Cukup
jawab habis ekstrakurikuler. Yupz senakal-nakalnya, berbohong sama ortu menjadi
pantangan.
Aku dan teman-teman
kala itu memiliki prinsip ‘terlalu sayang masa anak-anak dan remaja untuk dilewatkan’.
Masa-masa SMA, mindsetku
berubah. Pikiranku tersita, tak ada lagi jadwal memikirkan mau main apa tapi
nanti pas lulus mau ngapain.
Kuliah Dimana?
Jurusan apa?
Passing grade nya
berapa?
Dan lainnya
Disini banyak
masukan dari orang-orang terdekat hingga
mempengaruhi keputusan yang aku ambil. Tak ayal aku kuliah ditempat yang
sebenarnya bukan yang aku inginkan. Tapi aku mencoba menerima bahwa aku senang
ketika orang-orang sekelilingku tersenyum dan merasa nyaman akan keadaanku.
[3]
Aku berusaha
fight dengan kondisiku. Satu prinsip muncul “sayang kuliah jauh-jauh kalau Cuma
diem di kelas dan di kosan”. Jadilah aku mahasiswa organisasi yang masuk jenis-jenis
ormawa. Tuntutan semakin banyak. Punya atasan yang harus dipenuhi permintaan
dan perintahnya, punya bawahan yang harus dibimbing dan teman yang harus
dibantu. Aku berusaha memberikan yang terbaik bagi mereka. Prinsip lainnya
muncul bahwa semakin bermanfaat aku bagi orang lain, semakin besar nilai hidupku.
Well aku merasa hidupku meaningfull.
Masuk dunia kerja
aku tak bisa lepas bagaimana pendapat orang lain terhadap pilihanku. Validasi dari
orang lain semakin akut dan menjadi toxic. Aku terus mencoba yang
terbaik agar ekspektasi orang-orang terhadapku bisa ku penuhi. Aku berusaha
melangkah sejauh-jauhnya dan manjat setinggi-tingginya.
Oke, Aku berusaha melangkah
lagi. Aku kuliah lagi di Kampus yang lebih bergengsi. Berbagai jenis kegiatan
aku ikuti. Seminar, asistensi, dan lainnya. Namun, teknologi yang canggih menyeretku
dalam dunia yang berbeda. Aku terbawa pada pandangan lain. Aku melihat status
orang-orang di media sosial membuat aku berpikir bahwa langkah yang aku ambil
selama ini salah. Ini bukan keinginanku. Aku ingin seperti apa yang ada di media sosial. Tapi daya juangku semakin limit.
Kaki ku terasa kaku untuk melangkah lagi.
Disinilah pikiranku
mulai dikendalikan oleh overthinking. Percaya diri aku down karena semua apa
yang telah aku lakukan, aku merasa itu hanya keberuntungan yang salah bukan
karena aku mampu atau bukan karena aku berhasil melalui semua dengan jerih
payah diri aku sendiri.
Aku mulai sadar
bahwa ada yang salah dalam diriku. Bukan bagaimana orang lain memandang diriku,
tapi lebih ke bagaimana aku memandang diriku. Bukan bagaimana orang lain
menghargai dan menghomati aku, tapi bagaimana aku menghargai dan menghormati diriku
sendiri. aku terlalu sibuk membuat orang mencintai diriku tanpa sadar sejauh
mana aku mencintai diriku sendiri. cinta untuk diriku terkikis oleh validasi
dari orang lain.
[4]
Yah, aku kehilangan
konsep mencintai diriku sendiri. apakah selama ini aku tidak meluangkan waktu
untuk diriku sendiri? jawabannya tidak, aku selalu punya waktu untuk ‘me
time’. Jalan-jalan, makan-makan, nonton
drama, shopping dan lainnya. Hanya saja ada yang lebih penting dari itu.
Yakni mindset mencintai diri oleh diri sendiri.
Sampai suatu hari aku
rajin nonton video Satu Persen dan mengikuti salah satu webminarnya tentang produktivitas dimana terdapat juga komunitasnya. disana ada diskusi dan setiap pertanyaan dari teman-teman
yang lain, aku merasa bahwa pertanyaan itu mewakiliki kondisi aku. tersadar
bahwa ternyata aku banyak masalah. Gak berhenti di rasa malas dan time
management, tapi juga di emosi, overthinking, percaya diri, relationship
dan banyak lagi. Di komunitas itu juga diberikan tips and trik yang sepertinya
oke, dan lumayan berefek pada rutinitas sehari-hari aku. Tapi aku juga mikir
banyak yang harus aku perbaiki dalam hidup aku dan gak mungkin bisa selesai
dalam waktu singkat. Butuh waktu dan energi yang lebih. Aku juga harus
menyelesaikan deadline-deadline kerjaan sama kuliah juga.
Lantas apakah
setelah mengetahui masalah-masala itu aku kembali down?
BIG NO...
Kini aku sadar,
selama ini Aku terlalu fokus pada kekuranganku sampai sulit menerima diri bahwa
aku memang memiliki kekurangan yang harus aku ubah setiap waktunya. Dan itu
menjadi alasan kenapa aku harus berjuang menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Dan
yakin bahwa langkahku harus dibarengi dengan kesadaran dan penerimaan diri itu
penting karena sejauh apapun akumelangkah, kesempurnaan itu tak akan dicapai.
Lantas, apa semua
yang aku lalui itu aku sesali?
Tidak, masa laluku indah
hanya sedikit dari bagian cara berpikirku yang salah. kesadaran ini merupakan
salah satu cara agar masa depanku lebih bermakna. Bagaimana aku belajar
memperlakukan orang-orang di sekelilingku dan juga diri aku sendiri.
Kini aku mulai menerima diriku apa adanya tapi juga mulai
menggali potensiku. Mencoba mengikis ovethinking dan membangun rasa percaya diri. Tidak mengesampingkan pendapat orang namun
hanya sebatas pertimbangan bukan sebuah keharusan. sekarang lebih banyak ruang
untuk aku berbahagia...
#SatuPersenBlogCompetition