Jumat, 19 Juni 2020




Sebenarnya aku bingung sih gimana mendeskripsikan konsep Mencintai diri sendiri versi aku. yang aku ingat ketika kecil (SD lah yah) aku senang pas dapat hadiah setelah pengumuman ranking atau menari di panggung pas kenaikan kelas. Sore hari merencanakan besok mau main sama siapa dan mau main apa.

[2]

Di sekolah, waktu yang ditunggu-tunggu adalah pas istirahat untuk menghabiskan uang jajan. Semua jajanan dicoba. Kalau uang masih ada tapi sudah kenyang, maka ya dibeliin mainan atau bahkan rela tidak jajan makanan demi membeli gambar barbie untuk di kasih pensil warna.

Tak luput juga pohon jambu milik tetangga adalah sesuatu yang wajib diamati pertumbuhannya terutama bagian buahnya. Yupz, manjat pohon, ambil buahnya ketika kondisi sepi dan memakannya di tempat tersembunyi. Kalau ketahuan ya udah sih lari sambil ketawa-ketawa melihat ekspresi tetangga. Kalau dimarahin sama orang tua juga ya udah nangis aja. Nanti juga disayang lagi.

Masa-masa SMP dimana mulai punya banyak teman juga tak luput dari rencana bagaimana membuat formula membahagiakan diri. Dan hal yang paling ditunggu adalah waktu ektrakurikuler, karena disana adalah waktunya untuk bisa pulang sore tanpa ditanya orang rumah habis darimana, sama siapa, ngapain aja.  Cukup jawab habis ekstrakurikuler. Yupz senakal-nakalnya, berbohong sama ortu menjadi pantangan.

Aku dan teman-teman kala itu memiliki prinsip ‘terlalu sayang masa anak-anak dan remaja untuk dilewatkan’.

Masa-masa SMA, mindsetku berubah. Pikiranku tersita, tak ada lagi jadwal memikirkan mau main apa tapi nanti pas lulus mau ngapain.
Kuliah Dimana?
Jurusan apa?
Passing grade nya berapa?
Dan lainnya

Disini banyak masukan dari orang-orang terdekat  hingga mempengaruhi keputusan yang aku ambil. Tak ayal aku kuliah ditempat yang sebenarnya bukan yang aku inginkan. Tapi aku mencoba menerima bahwa aku senang ketika orang-orang sekelilingku tersenyum dan merasa nyaman akan keadaanku.

[3]

Aku berusaha fight dengan kondisiku. Satu prinsip muncul “sayang kuliah jauh-jauh kalau Cuma diem di kelas dan di kosan”. Jadilah aku mahasiswa organisasi yang masuk jenis-jenis ormawa. Tuntutan semakin banyak. Punya atasan yang harus dipenuhi permintaan dan perintahnya, punya bawahan yang harus dibimbing dan teman yang harus dibantu. Aku berusaha memberikan yang terbaik bagi mereka. Prinsip lainnya muncul bahwa semakin bermanfaat aku bagi orang lain, semakin besar nilai hidupku. Well aku merasa hidupku meaningfull.

Masuk dunia kerja aku tak bisa lepas bagaimana pendapat orang lain terhadap pilihanku. Validasi dari orang lain semakin akut dan menjadi toxic. Aku terus mencoba yang terbaik agar ekspektasi orang-orang terhadapku bisa ku penuhi. Aku berusaha melangkah sejauh-jauhnya dan manjat setinggi-tingginya.  

Oke, Aku berusaha melangkah lagi. Aku kuliah lagi di Kampus yang lebih bergengsi. Berbagai jenis kegiatan aku ikuti. Seminar, asistensi, dan lainnya. Namun, teknologi yang canggih menyeretku dalam dunia yang berbeda. Aku terbawa pada pandangan lain. Aku melihat status orang-orang di media sosial membuat aku berpikir bahwa langkah yang aku ambil selama ini salah. Ini bukan keinginanku. Aku ingin seperti apa yang ada di  media sosial. Tapi daya juangku semakin limit. Kaki ku terasa kaku untuk melangkah lagi.

Disinilah pikiranku mulai dikendalikan oleh overthinking. Percaya diri aku down karena semua apa yang telah aku lakukan, aku merasa itu hanya keberuntungan yang salah bukan karena aku mampu atau bukan karena aku berhasil melalui semua dengan jerih payah diri aku sendiri.  

Aku mulai sadar bahwa ada yang salah dalam diriku. Bukan bagaimana orang lain memandang diriku, tapi lebih ke bagaimana aku memandang diriku. Bukan bagaimana orang lain menghargai dan menghomati aku, tapi bagaimana aku menghargai dan menghormati diriku sendiri. aku terlalu sibuk membuat orang mencintai diriku tanpa sadar sejauh mana aku mencintai diriku sendiri. cinta untuk diriku terkikis oleh validasi dari orang lain.

[4]

Yah, aku kehilangan konsep mencintai diriku sendiri. apakah selama ini aku tidak meluangkan waktu untuk diriku sendiri? jawabannya tidak, aku selalu punya waktu untuk ‘me time’. Jalan-jalan, makan-makan, nonton  drama, shopping dan lainnya. Hanya saja ada yang lebih penting dari itu. Yakni mindset mencintai diri oleh diri sendiri.

Sampai suatu hari aku rajin nonton video Satu Persen dan mengikuti salah satu webminarnya tentang produktivitas dimana terdapat juga komunitasnya. disana ada diskusi dan setiap pertanyaan dari teman-teman yang lain, aku merasa bahwa pertanyaan itu mewakiliki kondisi aku. tersadar bahwa ternyata aku banyak masalah. Gak berhenti di rasa malas dan time management, tapi juga di emosi, overthinking, percaya diri, relationship dan banyak lagi. Di komunitas itu juga diberikan tips and trik yang sepertinya oke, dan lumayan berefek pada rutinitas sehari-hari aku. Tapi aku juga mikir banyak yang harus aku perbaiki dalam hidup aku dan gak mungkin bisa selesai dalam waktu singkat. Butuh waktu dan energi yang lebih. Aku juga harus menyelesaikan deadline-deadline kerjaan sama kuliah juga.

Lantas apakah setelah mengetahui masalah-masala itu aku kembali down?

BIG NO...

Kini aku sadar, selama ini Aku terlalu fokus pada kekuranganku sampai sulit menerima diri bahwa aku memang memiliki kekurangan yang harus aku ubah setiap waktunya. Dan itu menjadi alasan kenapa aku harus berjuang menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Dan yakin bahwa langkahku harus dibarengi dengan kesadaran dan penerimaan diri itu penting karena sejauh apapun akumelangkah, kesempurnaan itu tak akan dicapai.

Lantas, apa semua yang aku lalui itu aku sesali?
Tidak, masa laluku indah hanya sedikit dari bagian cara berpikirku yang salah. kesadaran ini merupakan salah satu cara agar masa depanku lebih bermakna. Bagaimana aku belajar memperlakukan orang-orang di sekelilingku dan juga diri aku sendiri.


Kini aku mulai menerima diriku apa adanya tapi juga mulai menggali potensiku.  Mencoba mengikis ovethinking dan membangun rasa percaya diri. Tidak mengesampingkan pendapat orang namun hanya sebatas pertimbangan bukan sebuah keharusan. sekarang lebih banyak ruang untuk aku berbahagia...

Referensi gambar:

#SatuPersenBlogCompetition

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.2 PEMIMPIN PEMBELAJARAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA   Oleh : Nining Yuningsih   Pengertian dan Im...